Rimpu Bima Mbojo
Sejarah Singkat Suku Bima (Duo
Mbojo)
Suku Bima atau biasa disebut
juga Dou Mbojo merupakan etnis yang mendiami Kabupaten Bima dan Kota Bima
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Suku ini telah ada sejak zaman Kerajaan
Majapahit. Pemukiman orang Bima biasa disebut Kampo atau Kampe yang dikepalai
orang seorang pemimpin yang disebut dengan Ncuhi. Jumlah Ncuhi yang terdapat di
Suku Bima adalah tujuh Ncuhi yang pemimpin di setiap daerah.
Berbagai versi menyebutkan asal mula kata Bima
menjadi suku tersebut. Ada yang mengatakan, Bima berasal dari kata “Bismillaahirrohmaanirrohiim”.
Hal ini karena mayoritas suku Bima beragama Islam. Menurut sebuah legenda, kata
Bima berasal dari nama raja pertama suku tersebut, yakni Sang Bima.
Legenda tersebut tertulis dalam Kibat Bo’.
Ceritanya berawal dari kedatangan seorang pengembara dari Jawa yang bernama
Bima tadi. Bima merupakan seorang Pandawa Lima yang melarikan diri ke Bima pada
masa pemberontakan di Majapahit. Dia melarikan diri melalui jalur selatan agar
tidak diketahui oleh para pemberontak, lalu berlabuh di Pulau Satonda.
Adapun bahasa yang digunakan suku Bima adalah Bahasa
Bima atau Nggahi Mbojo. Bahasa ini terdiri atas berbagai dialek,
yaitu dialek Bima, Bima Dongo dan Sangiang. Bahasa yang mereka pakai ini
termasuk rumpun Bahasa Melayu Polinesia. Dalam dialek bahasanya, mereka sering
menggunakan huruf hidup (vokal) dalam akhiran katanya, jarang menggunakan huruf konsonan .
Misalnya kata “jangang” diucapkan menjadi “janga”, 'makan' menjadi "ngaha", "mandi menjadi "ndeu", "tidur" menjadi "maru", dll.
Mata pencaharian utamanya masyarakat suku Bima
adalah bertani dan sempat menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan
Ternate pada zaman Kesultanan. Mereka juga berladang, berburu dan berternak
kuda yang berukuran kecil tapi kuat. Orang menyebut kuda tersebut dengan Kuda
Liar. Sejak abad ke-14 kuda Bima telah diekspor ke Pulau Jawa. Tahun 1920
daerah Bima telah menjadi tempat pengembangbiakkan kuda yang penting. Mereka
memiliki sistem irigasi yang disebut Ponggawa. Para wanita Bima membuat
kerajinan anyaman dari rotan dan daun lontar, juga kain tenunan "tembe
nggoli" yang terkenal.
Kain Nggoli Koleksi Dlava Butik |
Kain Nggoli Kolesi Dlava Butik |
Dalam masyarakat Bima, bagi kaum perempuan
memiliki pakaian khas semacam sarung sebagai bawahan, ada juga yang menggunakan
dua buah sarung, yang disebut rimpu. Rimpu adalah pakaian adat perempuan Bima
yang digunakan untuk menutup aurat bagian atas dengan sarung sehingga hanya
kelihatan mata atau wajahnya saja. Rimpu yang hanya kelihatan mata disebut
rimpu mpida.
SEJARAH SINGKAT RIMPU BIMA
Awal
mula munculnya Rimpu dibima seiring masuknya penyebaran islam pada hari kamis
tanggal 5 juli 1640 M, atau bertepatan pada tanggal 15 Rabiúl Awal 1050 H.
Rimpu Mbojo merupakan busana adat tradisional yang mengenangkan perkembangan
adat harian yang telah mendasari munculnya perkembangan keagamaan setelah
berkembangnya masa kesultanan sebagai indentitas wanita muslim Mbojo pada zaman
dulu. Di mana masayarakat Mbojo pada waktu penyebaran ajaran islam, rimpu
menjadikan suatu polararitas keagamaan mereka dalam rangka mengembangkan suku
budaya.
Masuknya
Rimpu di Bima sangatlah kental setelah muncul peradaban dan penyebaran islam di
disuatu wilayah Bima, Kabupaten Bermatoka Maja Labo Dahu. Di mana wanita Dana
Mbojo mamakai Rimpu setelah datangnya pedagang islam ke Bima dengan
mengedentikan pakain Arab. Arab yang dikenal sebagai Agama Islam yang patuh
dianut. Konon, Rimpu menjadikan salah satu pra sejarah bima setelah munculnya
ajaran islam oleh kedua datuk. Ke dua datuk ini,bernama Datuk Dibanda dan Datuk
Ri Tiro. Selain Di Bima, kedua Datuk ini dikenal sebagai tokoh utama yang
menyeber agama islam di Pulau Sulawesi.
Masyarakat
Bima (mbojo), Rimpu menjadi salah satu struktur sejarah sosial pada saat itu.
Ini menjadikan sebuah toleransi wanita mbojo maupun para lelaki untuk
meningkatkan kebudayaan dan ajaran yang dianut oleh mereka saat itu.
MENGENANG
RIMPU BIMA
Rimpu merupakan pakaian yang menutup
aurat orang bima pada zaman dulu. Rimpu menjadikan salah satu bahan pakaian
yang digunakan untuk menutup aurat oleh kaum wanita masyarakat Mbojo saat itu, sedangkan kaum lelakinya tidak memakai rimpu tetapi
”katente” (menggulungkan sarung di pinggang). Rimpu memilki
banyak manfaat dan kegunaannya. Dimana kegunaan dan manfaat rimpu pada zaman
dulu yaitu : 1. Dipakai saat acara resmi, 2. Dan bisa juga dipakai saat orang
meninggal dunia dan lain-lain. Orang Mbojo, rimpu merupakan salah satu pakaian
yang sangat memiliki nilai moral, sosial, kesopanan, dan keagamaan cukup kuat.
Dan ini moyoritas masyarakat mbojo dalam mengembangka adat-adat istiadat dan
tradisi budaya. Sehingga rimpu dulu, dikenal sebagai penguat keagamaan mereka
pada peradaban zaman dulu ketika mulai masuknya penyebaran islam di Bima.
Dikalangan masyarakat Mbojo,rimpu
dikenal dua macam yaitu rimpu cilik dan rimpu colo. Dimana rimpu cilik biasanya
dipakai oleh kaum wanita muda maupun remaja. Sedangkan rimpu colo biasanya
digunakan oleh kaum ibu-ibu yang sudah bersuami. Konon, kaum wanita mbojo dulu,
rimpu harus dipakai ketika mereka keluar rumah. Jika tidak, mereka telah
melanggar hukum moral. Hal ini diungkapkan langsung
oleh Nur Farhaty Ghani dari forum perempuan (forpuan) Bima. Bukan itu
saja,mereka telah melagar hukum agama dan adat istiadat. Akan tetapi, kaum
wanita mbojo dulu tetap akan mengingat pada pelanggaran tersebut. Sebab
keyakinan dan kepercayaan mereka telah menjadikan suatu kokohannya dalam
mengebangkan dan menegakkan polaralitas keagamaannya.
Mbojo
sangat dikenal banyak wanita pemakai rimpu,sebab rimpu memberikan suatu lambang
dan polaritas sosial yang sangat tinggi. Dimana orang mbojo, ketika memakai
rimpu tersebur terasa nyaman. Ini menjadikan salah satu spritual question oleh
kaum wanita mbojo dalam menghadapi erat perkembangan kondisi zaman. Dalam
mewujudkan hal semacam ini, mbojo harus mendirikan kayakinan yang kuat dalam
mempererat budaya dan adat istiadat mereka selanjutnya. Sungguh sangat
menakjubkan jika masyarakat mbojo mepertahankan tradisi adat dan kebudayaan
seperti ini. Sehingga mampu memperkokoh dan mempermudah untuk menciptakan
kebudayaan dan adat istiadat yang penuh dengan keharmonisan.
Sekian tulisan tentang rimpu bima, nantikan tulisan selanjutnya. ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar